Mengupas Peran Nahdlatul Ulama di Indonesia
Penulis : Nugroho S. Budi
Editor : Marsma TNI Dr. Ir. Sovian Aritonang, S.Si., M.Si.
ISBN: dalam proses
Ukuran Buku: 18 x 26 cm; xiv + 126 hal
Cover & Layout: Aksara Publications
Copy Right: @ September 2025
Penerbit:
CV. Aksara Global Akademia
Anggota IKAPI No: 414/JBA/2021
Kantor: Intan Regency Blok W: 12-13, Tarogong, Garut, Jawa Barat,
Kode Pos: 44151
Mobile: 081-2222-3230 – 0895-1961-0629
E-mail: aksaraglobal.info@aksaraglobal.info
Website: aksaraglobal.info – aksaraglobal.co.id
INDONESIA
Buku ini mengupas secara mendalam hubungan antara nasionalisme keagamaan dan strategi kontra-terorisme dengan menjadikan Nahdlatul Ulama (NU) sebagai studi utama. Penulis menegaskan bahwa nasionalisme keagamaan di Indonesia merupakan sintesis khas antara komitmen kebangsaan dan nilai-nilai Islam moderat, yang sejak masa perjuangan kemerdekaan telah menjadi landasan ideologis dalam menjaga kedaulatan bangsa.
Dengan merujuk pada teori-teori nasionalisme dari Benedict Anderson, Anthony Smith, Ernest Gellner, hingga José Casanova, buku ini menunjukkan bagaimana nasionalisme keagamaan tidak hanya hadir sebagai konstruksi teoretis, melainkan realitas sosial yang terbukti mampu melawan penetrasi ideologi transnasional seperti khilafah. Resolusi Jihad NU 1945 dijadikan titik sejarah penting yang menegaskan bahwa membela tanah air adalah bagian dari iman.
Lebih lanjut, buku ini menyoroti peran NU dalam mengembangkan narasi alternatif terhadap ideologi radikal-teroris, terutama melalui konsep Islam Nusantara, pendidikan pesantren, dakwah moderat, serta kerja sama dengan pemerintah dan komunitas internasional. Pendekatan kontra-terorisme berbasis nasionalisme keagamaan digambarkan sebagai counter-narrative yang inklusif dan rasional, sekaligus memiliki legitimasi moral yang kuat di masyarakat.
Buku ini menampilkan dinamika terorisme di Indonesia dari masa kolonial, pascareformasi, hingga munculnya jaringan global ISIS, sembari menekankan tantangan kontemporer seperti radikalisasi digital, lone wolf attacks, dan keterlibatan perempuan serta anak. NU dan organisasi keagamaan arus utama lainnya digambarkan sebagai aktor kunci dalam menutup celah ideologis yang sering dimanfaatkan kelompok ekstrem.
Buku ini menegaskan bahwa nasionalisme keagamaan sejalan dengan konstitusi dan Pancasila, yang menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai fondasi persatuan nasional. Buku ini juga memperingatkan risiko politisasi agama yang berlebihan, serta menekankan pentingnya menjaga inklusivitas dan pluralisme agar nasionalisme keagamaan tidak berubah menjadi eksklusivisme yang memicu konflik.
Secara keseluruhan, buku ini membangun perspektif ilmiah, historis, dan praktis tentang bagaimana nasionalisme keagamaan—khususnya melalui peran Nahdlatul Ulama—dapat menjadi benteng ideologis sekaligus strategi efektif dalam melawan terorisme. Karya ini relevan bagi akademisi, pembuat kebijakan, tokoh agama, dan masyarakat luas yang ingin memahami sinergi antara agama, kebangsaan, dan keamanan dalam konteks Indonesia modern.***
Letnan Jenderal TNI (Purn.) Nugroho Sulistyo Budi adalah seorang perwira tinggi TNI yang meniti karier dengan konsistensi, dedikasi, dan pengabdian panjang di bidang militer, intelijen, serta keamanan siber. Lahir pada Januari 1967, ia menempuh pendidikan dasar keprajuritan di Akademi Militer Magelang dan lulus pada tahun 1991. Sejak masa taruna, disiplin, integritas, serta kemampuan kepemimpinannya menonjol sehingga mengantarkannya masuk ke jajaran perwira elite TNI Angkatan Darat.
Awal pengabdiannya di TNI dimulai dari korps pasukan khusus. Kiprahnya di Kopassus membentuk karakter militansi, keberanian, dan kecakapan strategi yang kelak mewarnai seluruh perjalanan kariernya. Peran penting yang ia emban sebagai Komandan Distrik Militer 0733/BS pada 2009–2011 menunjukkan bahwa Nugroho bukan hanya seorang prajurit lapangan, tetapi juga seorang pemimpin yang memahami dinamika sosial, politik, dan keamanan di tingkat daerah.
Perjalanan kariernya semakin berwarna ketika ia dipercaya masuk ke Badan Intelijen Negara (BIN). Di lembaga ini, Nugroho mengasah kemampuan analitis, komunikasi strategis, dan pengelolaan informasi yang menjadi bagian vital dalam menjaga stabilitas nasional. Ia pernah menjabat sebagai Agen Madya BIN di Jawa Tengah, kemudian pada tahun 2016 diangkat sebagai Direktur Komunikasi Massa pada Deputi Bidang Komunikasi dan Informasi BIN. Jabatan ini menempatkannya di posisi strategis, di mana ia harus berhadapan langsung dengan tantangan propaganda, opini publik, serta penetrasi informasi yang berpotensi mengancam keamanan negara.
Pada periode 2020–2024, Nugroho dipercaya sebagai Staf Ahli Menteri Pertahanan Bidang Politik. Peran ini memperlihatkan kapasitasnya sebagai perwira yang tidak hanya terampil dalam aspek teknis militer dan intelijen, tetapi juga memiliki pandangan luas mengenai politik pertahanan. Dedikasi dan pengalamannya yang panjang kemudian mengantarkannya menjabat sebagai Inspektur Utama BIN pada 2024 bersamaan dengan kenaikan pangkatnya menjadi Letnan Jenderal TNI.
Puncak kariernya tercapai ketika ia ditunjuk sebagai Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) pada 6 Desember 2024. Posisi ini menegaskan kepercayaan negara terhadap kapasitasnya dalam memimpin institusi strategis yang berperan dalam melindungi keamanan siber, informasi, dan komunikasi nasional di tengah era digital yang sarat dengan ancaman baru. Meskipun sempat menghadapi dinamika birokrasi terkait usia pensiun, pada akhirnya ia resmi dilantik sebagai Kepala BSSN pada awal 2025, menjadikannya salah satu figur kunci dalam arsitektur pertahanan siber Indonesia.
Dengan pengalaman panjang di bidang militer, intelijen, dan keamanan informasi, Nugroho Sulistyo Budi memiliki perspektif yang khas dalam memandang nasionalisme dan kontra-terorisme. Pemahaman strategisnya berpadu dengan keyakinan bahwa nasionalisme keagamaan—sebagaimana diperjuangkan Nahdlatul Ulama—merupakan pilar yang dapat memperkuat bangsa dari ancaman radikalisme dan terorisme. Melalui karya ini, ia berusaha membagikan gagasan sekaligus refleksi perjalanan profesionalnya, dengan harapan dapat memberikan kontribusi nyata bagi akademisi, praktisi keamanan, pembuat kebijakan, serta generasi muda yang ingin memahami sinergi antara agama, kebangsaan, dan keamanan nasional.***